Di sekolah, dengan waspada aku
menatap seluruh siswa di sekolah. Aku berusaha menjadi semirip-miripnya dengan
siswa lain agar penyamaranku tidak terbongkar oleh orang lain. Disini aku tidak
boleh mempercayai siapapun, termasuk sehabatku sendiri. Sebaik apapun, setulus
apapun, sesetia apapun, aku tidak boleh terpengaruh olehnya. Aku harus waspada.
“Agen Wilson, musuh
sudah memasuki area, waspada, samaran jangan sampai terbongkar, dia bisa jadi
orang yang tidak terduga olehmu, rencana jangan sampai tidak terlaksana,
ganti.”
“Copy.”
Aku merapikan dasiku, dan mengikat rambutku. Mencari dua
teman dekatku di sekolah. Berharap musuh secepatnya di tindas dan melanjutkan
misi yang sudah ditentukan. Aku tertawa bersama mereka, menangis bersama
mereka, mengikuti gaya mereka, selalu bersama mereka, tetapi misiku tidak sama
dengan mereka. Misiku adalah membunuh orang dari perusahaan yang berbeda
denganku. Karena orang itu datang juga untuk membunuhku. Aku adalah ancaman
bagi perusahaan mereka, karena aku lah satu-satunya yang mengetahui dimana
disembunyikannya senjata pemusnah serangan makluk luar angkasa yang saat ini
menjadi incaran pada peneliti dan militer Amerika yang di buat oleh profesor
Zola yang sekarang sudah mati terbunuh oleh tiga peluru meleset. Aku akan
membalaskan dendamku pada perusahaan yang telah membunuh prof.Zola.
“Billy..!” panggil seorang temanku, aku menoleh kearahnya.
“Ada seorang anak baru di kelas sebelah, dia benar-benar
culun dan memakai kaca mata, aku rasa kamu harus melihatnya.” Ungkap temanku.
Aku mengangguk dan mengikutinya.
Aku mengintip di jendela kelas sebelah, beberapa siswa
melakukan hal yang sama. Aku mencurigai anak baru itu, anak yang culun adalah
penyamaran yang pintar untuk mengelabui agen sepertiku, tapi tidak bagiku, dia
adalah target yang dicurigai.
Di
kelas, aku duduk disamping seorang anak perempuan yang tidak terlalu akrab
denganku, dia sepertinya juga tidak mengenalku terlalu dalam, tentu saja.
Jessica Alianissa
Hugberd. Lahir di Swiss 24 Februari 1999. Tinggal bersama ibunya, Mary Hugberd
dan tantenya Debby Johan. Memiliki seorang adik Lucas Jonathan Hugberd, lahir
di London 12 April 2001. Anak yang sangat ramah dan lumayan pintar. Batinku.
Jessica menyodorkan tangannya.
“Jessica Hugberd, dan kamu Billy ‘kan?” aku mengangguk dan
tersenyum layaknya perempuan centil.
“Kalau boleh tahu kenapa kamu dipanggil Billy? ‘Billy’ itu ‘kan
nama anak untuk laki-laki,” tanyanya.
“Yaa, hm... memangnya tidak boleh?” tanyaku.
“Boleh sih, tapi bukankah itu aneh?” aku tersenyum dan membuang
muka.
Namaku Billy Wilson, seorang anak
perempuan. Ayahku seorang militer, memberikan nama itu karena dia sebenarnya
ingin anak laki-laki, dia melatihku layaknya anak laki-laki. Tak peduli dengan
kekerasan atau tidak, aku dilatih sangat keras dan disiplin. Sampai akhirnya
dia meninggal karena sakit. Saat itu umurku baru delapan tahun. Teman-teman
sekolahku saat itu baru menyadari bahwa aku adalah seorang anak perempuan
ketika aku berumur delapan tahun. Dan saat itu, aku diasuh oleh prof.Zola yang
kini juga sudah tidak ada di dunia ini.
Jam
istirahat teman-teman dekatku mengajakku ke toilet, seperti biasa, sebelum
masuk ke dalam kelas, mereka akan merapikan pakaian kami terlebih dahulu, begitu pula denganku, tapi kali ini aku sedang
ingin compang-camping. Beberapa guru pun keluar dari toilet, beberapa teman
dari kelas lain pun melakukan hal yang sama, dan toilet pun menjadi sangat
kosong, hanya ada aku dan dua temanku. Tidak seperti biasanya. Aku keluar dan
seseorang melempar granat kearahku.
Otomatis tubuhku secepatnya menghindar dan granat itu pun
meledak. Aku tehempas ke pintu toilet dan terjatuh terlentang, seluruh kelas menjadi
ricuh dan secepatnya aku mengeluarkan pistol yang sudah selalu siaga di saku
rahasia di rokku. Aku menodongkan pistol kearah orang yang sudah mencariku
sejak belakangan ini. Dan orang itu adalah, seorang guru sejarah, dan beberapa
anak murid setingkat lebih tinggi dariku. Kira-kira berjarak lima puluh
kilometer dari tempatku berdiri di
koridor, tembakan pistol pertama meleset, aku segera berlari dan menembak ke
belakang.
DOOOR..!
Setiap tembakan pistol, seluruh murid berteriak. Aku
berlindung di sebuah dinding yang menjorok kedepan. Aku mengangkat pistolku
kearah langit-langit sekolah dan kembali mengisi pelurunya. Sedikit mengintip
saja, peluru hampir saja menembus kepalaku. Dari sisi lain, di depanku,
seseorang membantuku melenyapkan musuhku.
“Siapa kau?” tanyaku yang tetap fokus pada musuh.
“Aku partnermu, kita berada di perusahaan yang sama, aku
juga anak angkat dari prof.Zola” teriaknya yang sama-sama fokus dengan musuh.
Percaya, tidak percaya, dia membantuku melenyapkan musuh.
Aku melihatnya mengeluarkan granat dan melemparkannya kearah
musuh, dengan cepat dia menarik tanganku dan menjauh dari ledakan. Aku terjatuh
terlungkup sambil melindungi kepalaku. Dengan sedikit kesakitan, aku meraih
pistol dan tetap waspada dengan musuh maupun orang yang mengaku partnerku. Sekolah
sudah tidak lagi seperti sekolah, melainkan sebuah gedung yang tinggal
puing-puing.
“Siapa kau sebenarnya?” tanyaku, aku menodongkan pistol
kearahnya.
Belum sempat dia menjawab pertanyaanku, granat tepat di depan
kami.
“GRANAAAT...!” teriaknya, dengan cepat dia menendangnya
dengan kakinya kearah yang berlawanan.
“Kita harus pergi dari sini.” Jawaban yang keluar dari
mulutnya, dia membatuku berdiri dan segera lari.
Aku berlari ke gerbang sekolah dan menjauh sejauh mungkin.
Hosh... Hosh... Tanganku
bersandar ke lututku sambil ngos-ngosan karena kecapean berlari, dan jemputanku
juga belum datang, aku berusaha berkomunikasi dengan Hendrick, yang bertugas
mengurus komunikasi tapi, kali itu aku mendapat masalah. Dengan kesal aku duduk
di trotoar bersama partnerku.
“Tidak aku sangka kau bisa berlari sekencang itu, keren!” partner
itu melihatku kagum. Aku menoleh kearahnya.
“Kau belum menjawab pertanyaanku,” aku melihatnya dan tidak bisa mengingat
identitasnya, sepertinya dia memang seorang agen, tapi aku belum pernah bertemu
dengannya sebelumnya.
“Namaku, Dante Balderrama, aku dari bidang senjata.” Kami
berjabat tangan.
“Billy Wilson, seorang agen.”
Tak lama setelah itu,
mobil serba hitam dari IMF singkatan nama perusahaan kami. Di dalam mobil, aku
mengisi peluru pistolku dan beberapa granat lalu menutupinya dengan memakai
jaket hitam. Beberapa perawat membantu mengobati luka-lukaku. Setelah sampai di
IMF aku langsung mencari-cari agen senior yang sudah aku anggap ayahku sendiri,
pria yang sudah berumur 40-an ini memerintahkanku memanggilnya Trevor saja.
Trevor pria yang sangat ramah dan baik, meskipun begitu dia tetap seorang agen
yang tegas dan bisa jadi sadis, dan aku menyukai itu.
Aku mengganti pakaianku dengan
pakaian seragam disini, kami akan memulai latihan lagi untuk memperlancar profesi
kami sebagai agen junior. Disini, tidak hanya seumuranku yang diajarkan menjadi
agen mata-mata, tapi termasuk anak masih berusia 1-5 tahun jga ada dan juga bebereapa
lansia, karena pada umur segitulah penyamaran sangat sulit ditebak. Sejak aku
diangkat menjadi anak prof.Zola, aku sudah sering menerima tamparan, tendangan,
apalagi tembakan saat masih berumur sembilan tahun, sudah banyak luka-luka dari
ledakan granat di tubuhku. Tapi tidak mematahkan misiku untuk membalaskan
dendamku kepada perusahaan yang telah membunuh profesor Zola.
“Agen Wilson, temui aku di koridor di lantai dasar, sesuatu ingin aku
katakan, copy.”
Segera aku keluar dari kamarku
dan pergi ke tempat yang tentukan Dante. Aku memakai jam tangan dan meletakkan
beberapa butir peluru untuk berjaga-jaga. Aku juga memasang beberapa speaker
kecil di telinga dan pergelangan tanganku.
“Ada apa?” tanyaku saat
melihatnya sedang mengisi senjatanya dengan peluru.
“Ikuti aku,” ajaknya.
Dante mengajakku ke sebuah labor
yang sangat besar dan memperkenalkanku kepada seseorang.
“Billy, perkenalkan, ini profesor
Lucas. Profesor Lucas, ini Billy.” Aku berjabat tangan dengan Prof.Lucas.
prof.Lucas mengingatkanku pada Prof.Zola. prof.Lucas juga memakai kacamata yang
sama dengan prof.Zola. Prof.Lucas hanya saja lebih tinggi dan berambut putih.
“Bisa?” tanya Dante. Prof.Lucas
mengangguk.
“Ada apa?” bisikku pada Dante.
“Prof.Zola memberikanmu sebuah
zat yang akan membuatmu kebal dari tiga tembakan peluru dan sengatan listrik.”
Jelasnya.
“Aku tidak mengerti,”
“Lakukan, saja..” Dante menarik
tanganku dan aku terduduk di sebuah kursi lebar. Prof.Lucas mengambil sebuah
suntikan dan mulai menyuntik lengan kananku dan menutupinya dengan kapas. Aku
mulai melemas dan lemas, mataku semakin berat dan berat, aku bisa merasakan
sesuatu yang tumbuh di tubuhku, dan semuanya gelap.
“Aaauu,” sambil memegang kepalaku
yang sedikit berat. Aku melihat ke
sekeliling dan mendapati bahwa aku masih di tempat yang sama, hanya saja sangat
sepi. Sreet.. Aku membuka pintu dan suasana di luar masih sama dengan sebelum
aku pingsan.
“Agen Wilson,Copy, Agen Wilson, kau bisa mendengarku? Ganti.”
“Copy, ada apa?”
“Kita ada misi, temui aku di bawah, waktumu 10 detik mulai dari
sekarang. Ganti”
“Copy”
Dalam waktu sepuluh detik aku
langsung berlari sekencang mungkin ke lantai dasar dan tepat waktu. Aku melihat
Dante sudah menungguku, dengan cepat aku berlari kearahnya. Hanya dengan
lirikannya, aku sudah tahu dia ingin aku mengikutinya.
“Billy, kau tahu, meskipun kita
tidak sedarah, tapi kita mempunyai seorang ayah angkat yang sama.” Kata Dante.
“Ya, aku tahu.”
“Maka dari itu, aku akan selalu
menjaga adikku.” Katanya. Aku melihat matanya yang masih melihat ke depan.
Meskipun dia tersenyum, aku bisa melihatnya sedang bersedih.
Dante membuka pintu dengan password yang tidak aku ketahui dan
mengajakku masuk, disana ada beberapa agen sepertiku yang akan mengikuti misi
tersebut. Layaknya seorang pemimpin, Dante menjelaskan misi yang akan kami
laksanakan dengan sangat berwibawa.
Di sebuah gedung, beberapa agen
berpencar dan mengambil posisi yang sudah di tetapkan tadi, kami semua
perpencar di dalam sebuah gedung, misi kami adalah menculik seorang yang ahli
dalam sebuah kode, wajahnya dan semua ciri-cirinya sudah tercatat dan tergambar
di lensa mata kami semua.
Aku mulai menaiki lantai tiga,
dan mencari target, namun tidak ada, lanjut ke lantai berikutnya. Disana, masih
belum di temukan sampai ke lantai paling atas. Aku mulai membuat laporan.
“Lantai tiga sampai lantai tiga
belas tidak ditemukan, ganti.”
“Copy.”
”Lapor, target sudah di temukan, di parkiran atap, segera. Ganti.”
“Copy.”
“Copy.”
Semuanya pergi ke parkiran atap,
masing-masing dari kami siap siaga mengangkat pistol kearah langit-langit.
Berjalan dengan berhati-hati disetiap langkahnya. Aku melihat Dante dari salah
satu sudut dinding yang lain, sama-sama waspada dengan target.
Lalu dengan serentak, kami semua
langsung menodongkan pistol kearah
target, target tersebut mengangkat kedua tangannya dengan mengigil ketakutan.
Seseorang menyuruh kami menurunkan senjata kami. Dengan santai ketua datang
dari arah yang berlawanan dan bertepuk tangan. Dan dia bukanlah Trevor.
“Aku bangga denganmu Balderrama.
Kau benar-benar berhasil membawanya kesini. Aku bangga denganmu.”
Aku melihat Dante, wajahnya marah
tapi matanya sedih, aku tahu. Ekspresi diwajahnya terkadang sangat berbeda
dengan yang ada di hatinya.
“Sekarang kita sudah mendapatkan
si ahli kode yang kita butuhkan, dan sekarang yang kita butuhkan hanya satu.”
Aku semakin penasaran apa yang
dimaksud dengan ketua, dan juga ekspresi dari wajah Dante. Ada apa ini?
“Kalian bisa memulainya...
sekarang.”
Semua ujung pistol mengarah
kepadaku, semua tatapan mata mengarah kepadaku. Aku mulai panik, ditambah Dante
yang juga mengarahkan pistolnya kearahku. Jika satu peluru saja mengenai
mereka, puluhan peluru bisa bersarang di tubuhku. Aku benar-benar tidak
percaya, saudaraku sendiri ingin membunuhku. Dan baru aku sadari bahwa,
ternyata aku bergabung dengan lawan perusahaanku sendiri.
Aku benar-benar sangat-sangat
panik, aku merasa akan mati di pertemuran ini. Seketika aku sangat membenci
Dante, aku merasa telah dibohongi olehnya, dia bukanlah saudara kandung, maupun
angkatku. Aku membencinya. Benar –benar tidak ada cara lain, aku langsung
berlari mundur kebelakang, suara tembakan pistol hampir mengenai kepalaku.
Diantara mobil-mobil yang parkir
disana, aku melindungi diriku sendiri, mencoba menghubungi siapapun untuk
membantuku ‘sendiri’ disini. Ini
benar-benar gila!
Suara tembakan pistol yang
tadinya ribut tiba-tiba hening. Lapangan parkir atap ini terasa sangat sepi,
samua orang mencoba mencariku yang bersembuyi diantara mobil dan
dinding-dinding. Aku berusaha tidak mengeluarkan sedikit suara pun sampai
akhirnya...
Dzzzzzt...
Listrik menyentrum seluruh
tubuhku, aku terjatuh ke tanah dan sedikit pusing. Aku melihat Dante
menodongkan pistol kearahku dengan wajah sangat marah tetapi dimatanya, dia
merasa bersalah dan sedih. Masih dalam keadaan hening. Dia tidak yakin
menembakku sedekat ini, aku menendang pistolnya dengan kakiku dan berlari
sekencang mungkin.
DORR...!
BRUUK..
Badanku melemas perlahan dari ujung kaki sampai ujung
rambut. Satu peluru bersarang di tubuhku. Tergeletak di tanah tidak berdaya.
Dante datang mendekatiku.
“Billy aku...”
DORR..!!
BRUUK..
Tanpa basa-basi aku dengan cepat
membalas tembakannya. Dante tergeletak tepat disampingku tidak berdaya. Dengan
sekuat tenaga dia memegang tanganku. Aku juga tidak berdaya tergeletak
disampingnya.
“Billy, aku tetaplah saudaramu... maka aku akan selalu
menjagamu... aku terima tembakan ini... aku rela mati demi adikku... tapi, asal
kamu tahu apa niat baikku padamu sebenarnya...”
Nafas Dante mulai
terpotong-potong. Aku menatap matanya dalam-dalam. Aku masih tidak tahu harus
mempercayainya, atau tidak. Suara langkah kaki terasa mendekat kearah kami
berdua. Dante terlihat semakin melemah, sedangkan aku masih bisa berdiri dan
mencoba berlari sekuat tenaga.
Seketika semangatku berlari
kembali datang. Aku berlari sekencang munkin dan mencoba menjauh dari kekacauan
ini. Tanpa aku sadari, aku menangis selama berlari.
BRUUK..
Aku terjatuh dengan lututku
mendarat duluan. Aku menangis sekeras-kerasnya, sambil menahan rasa sakit di
perutku, peluru masih bersarang di perutku. Darah terus mengalir deras dari
perutku sampai akhirnya.. pertolongan datang.
Agen Hendrick dengan cepat
melacak keberadaanku, dia datang langsung membantuku dan secepatnya pertolongan
datang.
....
Aku
menemui prof.Lucas dengan tidak sengaja. Dia masih sama dengan terakhir kali
aku menemuinya.
”Apakah
kau dekat dengan Dante?” tanyaku.
“Dia
sudah lama mencarimu.” Prof.Lucas singkat, padat dan cuek melihatku. Aku terdiam
sejenak.
“Sampai saatnya tiba, dia
menyuruhku memberikan serum percobaan prof.Zola kepadamu agar kau kebal dari
tiga peluru sekaligus dan sentruman listrik. Itu alasan kau tidak lagi menjadi
agen mata-mata, sekarang kau adalah seorang tentara, karena serum itu sudah ada
di tubuhmu. Dia selalu berusaha melindungimu dari perusahaan dia sendiri. Dan
kau membalasnya dengan membunuhnya. Hebat.”
Aku menunduk dan merenunginya.
....
Bersama
agen Hendrick, aku berdiri di makam Dante Balderrama. Hendrick meletakkan bunga
diatasnya, dan meninggalkanku sendiri. Hendrick menepuk pelan pundakku dan
menungguku di mobil. Air mataku mengalir tanpa aku sadari, cepat-cepat aku
menghapusnya.
“Aku rasa, cukup untuk menangisimu.”
only a mere fiction. if there are similarities players, place, and the story was just a coincidence.
if there is a story not possible, please be advised. =)) ;p
if there is a story not possible, please be advised. =)) ;p
(Y) terus berusaha membuat cerita yg lebih bagus yaa..... (Y)
BalasHapusoke boss... (y)
BalasHapus