Selasa, 06 Februari 2018

[Short Story] Chocolate

This is story has been publish on wattpad. I write this for an event! I feel have no idea and hwala~ This is publish! I know this is disgusting...
Just Enjoy~





 


Panas. 

Itu hal utama yang kurasakan setelah berdiri di gerbang belakang sekolah selama 30 menit lebih. Menunggu sahabatku yang kurasa ia tak akan datang, namun aku enggan untuk berbalik pulang.
Matahari semakin tenggelam, hari semakin gelap, kuputuskan untuk pulang sesaat sebelum seseorang memanggil namaku dari arah belakang...

“Sienna?” panggil seseorang.

“Ya?” ucapku melihat seorang laki-laki berdiri di hadapanku. 

“Ada apa?” tanyanya sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya. Ucapannya cukup membuatku bertanya-tanya, ada apa? Ada apa, apanya??

Melihat ekspresi kebingunganku, membuat lelaki itu memutar bola matanya dan mengeluarkan sepucuk surat dan... bingkisan coklat, milikku?

“T-tunggu dulu, bagaimana bisa ada padamu—?” ucapanku terhenti mengingat bagaimana bisa coklat itu sampai pada lelaki yang tak kukenal.

Flashback

Aku berdiri di depan deretan lemari loker sekolah. Aroma besi bercampur debu menusuk hidungku begitu mencium bau ruangan khusus loker itu. Frustasi mencorat-coret otakku saat aku lupa dimana loker milik sahabatku, Trevor.

Meskipun aku sering menemaninya ke loker setiap pulang sekolah, aku tak pernah tahu pasti yang mana loker miliknya. Lusa yang lalu adalah hari ulang tahunnya, dan aku baru sempat membelikan coklat kesukaannya hari ini. Rencanaku kali ini adalah meletakkan hadiahku di lokernya, namun rencana itu ternyata tidak semudah yang kukira.

Dengan ingatanku yang tersisa, aku mengira-ngira loker milik Trevor, aku yakin ingatanku tidak seburuk itu. Setelah menemukan loker yang pasti, lalu kumasukkan coklat batangan itu melalui celah loker dan sepucuk surat.

Flashback off.

“Ja-jadi itu lokermu?” ucap Sienna terkejut.

“Sudah kuduga, ini salah paham.” Ucap lelaki itu dingin, “Tapi tentu ini bukan keberuntungan untukmu, Sienna.” Ucap lelaki itu sambil memasukkan kembali coklat dan suratnya ke dalam saku celananya.

“Tentu saja ini bukan keberuntunganku, sekarang kembalikan coklatnya, kau tahu ini kesalahpahaman,” kusodorkan tanganku padanya tanda meminta kembali coklat dan surat milikku.

“Tidak semudah itu,” ucapnya memejamkan mata sambil menggeleng. “Kau memberikan coklat dan surat ini seolah aku ini pacarmu, dan kau tahu apa yang terjadi saat kau meletakkan coklat di lokerku apa kata teman-temanku?” lelaki itu memiringkan kepalanya.

Seketika aku merinding saat wajahku sejajar dengannya, aku menggeleng tak tahu.

“Kau tidak perlu tahu, intinya ini tak bisa ku kembalikan, dan kau sekarang resmi jadi pacarku, kuanggap coklat dan surat ini adalah ajakanmu menjadi pacarku. Kalau begitu, bubye...”

Cukup lama aku berdiri di posisiku sambil mencerna baik-baik apa yang diucapkan laki-laki yang BAHKAN aku tak tahu namanya?! Maksudku, dia bicara apa tadi?!?![]

Pagi itu kulihat Trevor, cowok berkacamata bertubuh gendut duduk di samping mejaku. Ia sedang fokus dengan rubiknya, kutarik nafas panjang dan menanyakannya langsung.

“Trevor!” panggilku.

“Pagi, Na,” ucap Trevor sedikit cemberut.

“Kau sudah terima hadiahku, bukan?” ucapku penuh harap bahwa hadiahku tidak salah terima orang.

“Ya, aku sudah mengecek lokerku dan isinya KOSONG, terima kasih banyak atas leluconnya, Na.”

“K-kau serius? Jadi itu benar, aku salah memasukkan co—“ cepat-cepat kututup mulutku sebelum Trevor mengetahui hadiahku.

“Apa? Kau salah memasukkan hadiahku?? DASAR SIENNA BODOH! BODOH! BODOH!” ucap Trevor.

“Jangan bilang aku bodoh, bodoh! Ya ampun, kenapa masalah kecil ini aku besar-besar kan sih? Tenang Sienna, aku hanya perlu menenangkan diriku dan kembali normal kembali.” 

Kuletakkan tasku ke samping kursi Trevor, merebahkan pantatku yang lemas karena pagi-pagi sudah naik darah.

Aku dan Trevor sudah lama bersahabat, meskipun kami sering bertengkar, kami selalu bersama. Siang itu aku dan Trevor tengah memperdebatkan antara roti selai kacang dan roti isi keju. Namun disaat-saat seperti itu sebuah suara menaikkan bulu romaku...

“Sayang,”

Aku menoleh, melihat sosok lelaki berambut hitam lebat tersenyum mempesona tepat di hadapanku. Di belakangnya beberapa cewek seakan baru saja di sambar petir.

“Kau sudah makan, makan siangmu? Mau makan bareng?”

Jika saja aku berada di dunia fiksi, mungkin aku sudah mimisan yang darahnya akan menggantikan selai kacang menjadi selai stroberi di tanganku.

“TU-TUNGGU DULU, FESAL! SEJAK KAPAN KALIAN JADIAN?” teriak salah satu cewek.

“Sejak kemarin.”

“Apa?! Kau sudah jadian Na??!” ucap Trevor juga kaget.

“HE— Tunggu dulu! Jangan salah pa—“

“Ikut aku.” Lelaki bernama Fesal itu menarik lenganku menjauhi keributan. Entah mengapa bulu romaku merinding begitu ia mengatakan kata ‘sayang’ yang terdengar sangat menyeramkan.

“Apa-apaan tadi? Kau gila? Aku bukan sayang-sayang, jidatmu?!” bentakku setelah memasuki koridor sekolah yang lumayan sepi.

“Kau sendiri yang mengatakannya di dalam suratmu.” Fesal kembali mengeluarkan sepucuk surat yang kutulis kemarin untuk Trevor.

Happy Birthday~! Wish you all the best^^ This is chocolate I present only for you >.< Love chuu<3
Gerbang sekolah, sepulang sekolah.’

Fesal kembali menyimpan surat itu, kutepuk jidatku keras-keras, kenapa bisa aku menulis kalimat tadi? Aku dan Trevor sudah sangat dekat bagai kakak-adek atau kucing dan anjing, kami terlalu sering bersama sehingga ucapanku padanya terlalu terbuka dan aku tak pernah memikirkan jika suatu saat nanti akan ada hal seperti ini terjadi.

“Dengar ya, aku menulis itu bukan untukmu, dan kau tahu itu. Jadi kau boleh menyalahkanku asal jangan bilang aku ini pacarmu lagi, kau mengerti.” Ucapku berdamai.

“Haha... Tentu saja kau sudah jadi pacarku, pertama ada kalimat ‘Love chuu’ di suratmu dan tak ada nama ‘Trevor’ di situ, menandakan surat itu untuk pemilik coklat.”

“Ya kau benar dan pemilik coklat itu bukan kau, tapi Trevor!” ucapku sedikit membentak.

“Tahan dulu Nona, kedua, coklat dan surat berada di loker milikku. Jadi ini mutlak untukku.”

“Apa-apaan?! Egois sekali!” bentakku.

“Ketiga, kemarin itu memang hari ulang tahunku, jadi saat teman-teman cewekku mengerubungiku, mereka melihat surat dan coklat di lokerku, dan itu cukup membantuku membuat mereka kecewa dan pergi satu-persatu.”

“Intinya aku gak mau jadi pacar siapa-siapa!” ucapku tegas.

“Tidak mau. Aku sangat beruntung menerima coklat darimu,” Fesal cukup membuatku ingin mimisan, namun tatapannya yang dingin membuatku kesal.

“Tenang saja, aku sepenuhnya milikmu dan juga sebaliknya, jangan khawatir, dalam waktu dekat kau akan suka juga padaku, jadi jalani saja.”

“I-ini namanya pemaksaan!”

“Gak apa-apa, ini pelajaran bagimu. Hanya karena coklat, hidupmu bisa sedikit lebih baik lho.” Fesal terkekeh.

Aku terdiam, tanpa kusadari jantungku berdegup kencang. Aku tak mengerti situasi seperti ini, apakah aku harus senang atau malah sebaliknya?


Tidak ada komentar:

Posting Komentar