Just Enjoy~
Panas.
Itu hal utama yang kurasakan setelah berdiri di gerbang belakang sekolah selama
30 menit lebih. Menunggu sahabatku yang kurasa ia tak akan datang, namun aku
enggan untuk berbalik pulang.
Matahari
semakin tenggelam, hari semakin gelap, kuputuskan untuk pulang sesaat sebelum
seseorang memanggil namaku dari arah belakang...
“Sienna?”
panggil seseorang.
“Ya?”
ucapku melihat seorang laki-laki berdiri di hadapanku.
“Ada
apa?” tanyanya sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya.
Ucapannya cukup membuatku bertanya-tanya, ada
apa? Ada apa, apanya??
Melihat
ekspresi kebingunganku, membuat lelaki itu memutar bola matanya dan
mengeluarkan sepucuk surat dan... bingkisan coklat, milikku?
“T-tunggu
dulu, bagaimana bisa ada padamu—?” ucapanku terhenti mengingat bagaimana bisa
coklat itu sampai pada lelaki yang tak kukenal.
Flashback
Aku
berdiri di depan deretan lemari loker sekolah. Aroma besi bercampur debu
menusuk hidungku begitu mencium bau ruangan khusus loker itu. Frustasi
mencorat-coret otakku saat aku lupa dimana loker milik sahabatku, Trevor.
Meskipun
aku sering menemaninya ke loker setiap pulang sekolah, aku tak pernah tahu
pasti yang mana loker miliknya. Lusa yang lalu adalah hari ulang tahunnya, dan
aku baru sempat membelikan coklat kesukaannya hari ini. Rencanaku kali ini
adalah meletakkan hadiahku di lokernya, namun rencana itu ternyata tidak
semudah yang kukira.
Dengan
ingatanku yang tersisa, aku mengira-ngira loker milik Trevor, aku yakin
ingatanku tidak seburuk itu. Setelah menemukan loker yang pasti, lalu
kumasukkan coklat batangan itu melalui celah loker dan sepucuk surat.
Flashback off.
“Ja-jadi
itu lokermu?” ucap Sienna terkejut.
“Sudah
kuduga, ini salah paham.” Ucap lelaki itu dingin, “Tapi tentu ini bukan
keberuntungan untukmu, Sienna.” Ucap
lelaki itu sambil memasukkan kembali coklat dan suratnya ke dalam saku
celananya.
“Tentu
saja ini bukan keberuntunganku, sekarang kembalikan coklatnya, kau tahu ini
kesalahpahaman,” kusodorkan tanganku padanya tanda meminta kembali coklat dan
surat milikku.
“Tidak
semudah itu,” ucapnya memejamkan mata sambil menggeleng. “Kau memberikan coklat
dan surat ini seolah aku ini pacarmu, dan kau tahu apa yang terjadi saat kau
meletakkan coklat di lokerku apa kata teman-temanku?” lelaki itu memiringkan
kepalanya.
Seketika
aku merinding saat wajahku sejajar dengannya, aku menggeleng tak tahu.
“Kau
tidak perlu tahu, intinya ini tak bisa ku kembalikan, dan kau sekarang resmi
jadi pacarku, kuanggap coklat dan surat ini adalah ajakanmu menjadi pacarku.
Kalau begitu, bubye...”
Cukup
lama aku berdiri di posisiku sambil mencerna baik-baik apa yang diucapkan
laki-laki yang BAHKAN aku tak tahu namanya?! Maksudku, dia bicara apa tadi?!?![]
Pagi
itu kulihat Trevor, cowok berkacamata bertubuh gendut duduk di samping mejaku.
Ia sedang fokus dengan rubiknya, kutarik nafas panjang dan menanyakannya
langsung.
“Trevor!”
panggilku.
“Pagi,
Na,” ucap Trevor sedikit cemberut.
“Kau
sudah terima hadiahku, bukan?” ucapku penuh harap bahwa hadiahku tidak salah
terima orang.
“Ya,
aku sudah mengecek lokerku dan isinya KOSONG, terima kasih banyak atas
leluconnya, Na.”
“K-kau
serius? Jadi itu benar, aku salah memasukkan co—“ cepat-cepat kututup mulutku
sebelum Trevor mengetahui hadiahku.
“Apa?
Kau salah memasukkan hadiahku?? DASAR SIENNA BODOH! BODOH! BODOH!” ucap Trevor.
“Jangan
bilang aku bodoh, bodoh! Ya ampun, kenapa masalah kecil ini aku besar-besar kan
sih? Tenang Sienna, aku hanya perlu menenangkan diriku dan kembali normal
kembali.”
Kuletakkan
tasku ke samping kursi Trevor, merebahkan pantatku yang lemas karena pagi-pagi
sudah naik darah.
Aku
dan Trevor sudah lama bersahabat, meskipun kami sering bertengkar, kami selalu
bersama. Siang itu aku dan Trevor tengah memperdebatkan antara roti selai
kacang dan roti isi keju. Namun disaat-saat seperti itu sebuah suara menaikkan
bulu romaku...
“Sayang,”
Aku
menoleh, melihat sosok lelaki berambut hitam lebat tersenyum mempesona tepat di
hadapanku. Di belakangnya beberapa cewek seakan baru saja di sambar petir.
“Kau
sudah makan, makan siangmu? Mau makan bareng?”
Jika
saja aku berada di dunia fiksi, mungkin aku sudah mimisan yang darahnya akan
menggantikan selai kacang menjadi selai stroberi di tanganku.
“TU-TUNGGU
DULU, FESAL! SEJAK KAPAN KALIAN JADIAN?” teriak salah satu cewek.
“Sejak
kemarin.”
“Apa?!
Kau sudah jadian Na??!” ucap Trevor juga kaget.
“HE—
Tunggu dulu! Jangan salah pa—“
“Ikut
aku.” Lelaki bernama Fesal
itu menarik lenganku menjauhi keributan. Entah mengapa bulu romaku merinding
begitu ia mengatakan kata ‘sayang’ yang terdengar sangat menyeramkan.
“Apa-apaan
tadi? Kau gila? Aku bukan sayang-sayang, jidatmu?!” bentakku setelah memasuki
koridor sekolah yang lumayan sepi.
“Kau
sendiri yang mengatakannya di dalam suratmu.” Fesal kembali mengeluarkan sepucuk
surat yang kutulis kemarin untuk Trevor.
‘Happy Birthday~! Wish you all the best^^
This is chocolate I present only for you >.< Love chuu<3
Gerbang sekolah, sepulang sekolah.’
Fesal
kembali menyimpan surat itu, kutepuk jidatku keras-keras, kenapa bisa aku
menulis kalimat tadi? Aku dan Trevor sudah sangat dekat bagai kakak-adek atau
kucing dan anjing, kami terlalu sering bersama sehingga ucapanku padanya
terlalu terbuka dan aku tak pernah memikirkan jika suatu saat nanti akan ada
hal seperti ini terjadi.
“Dengar
ya, aku menulis itu bukan untukmu,
dan kau tahu itu. Jadi kau boleh menyalahkanku asal jangan bilang aku ini
pacarmu lagi, kau mengerti.” Ucapku berdamai.
“Haha...
Tentu saja kau sudah jadi pacarku, pertama ada kalimat ‘Love chuu’ di suratmu dan tak ada nama ‘Trevor’ di situ, menandakan
surat itu untuk pemilik coklat.”
“Ya
kau benar dan pemilik coklat itu bukan kau, tapi Trevor!” ucapku sedikit
membentak.
“Tahan
dulu Nona, kedua, coklat dan surat berada di loker milikku. Jadi ini mutlak untukku.”
“Apa-apaan?!
Egois sekali!” bentakku.
“Ketiga,
kemarin itu memang hari ulang tahunku, jadi saat teman-teman cewekku
mengerubungiku, mereka melihat surat dan coklat di lokerku, dan itu cukup
membantuku membuat mereka kecewa dan pergi satu-persatu.”
“Intinya
aku gak mau jadi pacar siapa-siapa!” ucapku tegas.
“Tidak mau. Aku sangat beruntung menerima coklat darimu,” Fesal cukup
membuatku ingin mimisan, namun tatapannya yang dingin membuatku kesal.
“Tenang
saja, aku sepenuhnya milikmu dan juga sebaliknya, jangan khawatir, dalam waktu
dekat kau akan suka juga padaku, jadi jalani saja.”
“I-ini
namanya pemaksaan!”
“Gak
apa-apa, ini pelajaran bagimu. Hanya karena coklat, hidupmu bisa sedikit lebih
baik lho.” Fesal terkekeh.
Aku
terdiam, tanpa kusadari jantungku berdegup kencang. Aku tak mengerti situasi
seperti ini, apakah aku harus senang atau malah sebaliknya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar